HALLOMAKASSAR.COM— Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johannis Tanak, mengungkapkan 18 daerah di Sulawesi Selatan masuk zona merah berdasarkan
Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024.
Antaranya, Kota Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Selayar, Bone, Wajo, Barru, Pangkep, Pinrang, Enrekang, Tana Toraja, Sidrap, Luwu, Palopo dan Parepare.
Enam daerah lainnya masuk zona kuning, yakni Kabupaten Luwu Timur, Luwu, Toraja Utara, Soppeng, Maros, dan Sinjai.
Provinsi Sulsel juga masih berada di zona merah dengan nilai 64,75 poin.
“ Kita berharap nilai SPI bisa meningkat, tidak lagi di angka 37, tetapi kalau bisa mencapai 90 poin,” kata Tanak usai menghadiri Rapat Koordinasi Pencegahan Korupsi bersama pemerintah daerah se-Sulsel, Kamis (16/10/2025).
Johanis menegaskan, KPK terus mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan agar semua daerah bisa keluar dari zona merah secara bertahap.
“Kami sudah melakukan pemetaan, bagaimana kondisi di provinsi dan kabupaten/kota. Karena itu, kami datang ke sini untuk memastikan langkah pencegahan berjalan,” ungkapnya.
Ia mengingatkan, KPK tidak akan segan mengambil tindakan tegas bila masih ditemukan praktik korupsi.
“Kalau masih ada perbuatan yang merugikan keuangan negara, menerima suap, gratifikasi, atau pemerasan, kami tidak akan kompromi. Kami akan langsung lakukan penindakan hukum,” ujarnya.
Baca Juga:
Miris! Dua Guru di Luwu Utara dihukum dan diberhentikan Gegara Duit 20 ribu untuk Honorer
Semarak HUT Makassar ke – 418: 100 Hafiz dan 418 Anak Panti Terima Apresiasi dari Wali Kota
Komitmen pemberantasan korupsi merupakan bagian dari Asta Cita Presiden RI poin ketujuh, menekankan pentingnya pemerintahan bersih dan bebas korupsi.
“Harapan kami, negara ini benar-benar bebas dari korupsi sebagaimana yang diinginkan Presiden,” jelasnya.
Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulsel, Jufri Rahman, menilai rapat koordinasi seperti ini penting untuk membangun budaya antikorupsi di semua tingkatan pemerintahan.
“Rapat koordinasi seperti ini pada dasarnya bertujuan membangun kesadaran kolektif bahwa korupsi bisa terjadi kapan saja, dilakukan oleh siapa saja, dan dalam situasi apa saja selama ada kesempatan dan niat,” ujarnya.
Baca Juga:
Ditemukan di Jambi Usai Diculik, Bilqis Balita Makassar Kini Kembali ke Pelukan Keluarga
Makassar, The City of Open Minds: Menyambut 418 Tahun Kota Daeng
Kado Nyata HUT Ke- 418: Dari Munafri–Aliyah, untuk Warga Makassar
Ia menegaskan, pencegahan korupsi tidak hanya dilakukan melalui pengawasan dan sanksi, tetapi juga lewat pencerahan dan edukasi agar semua pihak memahami batas etika dan hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Dengan kegiatan seperti ini, kita berusaha menurunkan bahkan memadamkan niat untuk melakukan korupsi, sekalipun ada kesempatan. Sekaligus melalui pencerahan dan edukasi, kita berupaya menutup peluang terjadinya korupsi dengan meningkatkan pemahaman seluruh pihak,” ungkapnya.
Menurut Jufri, banyak kasus korupsi di Indonesia muncul bukan semata karena niat buruk, tetapi akibat minimnya pengetahuan dan pemahaman utuh tentang perbuatan korupsi.
“Kekurangan dalam kerangka berpikir akademik membuat sebagian orang menganggap praktik tertentu sebagai hal biasa, padahal itu sebenarnya sudah merupakan pelanggaran hukum. Kegiatan seperti ini dilakukan untuk memitigasi kesalahpahaman tersebut,” jelasnya. (*)







