HALLOMAKASSAR.COM-Buruh di Sulawesi Selatan menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 sebesar 10 persen, yakni, Rp 3.657.527 menjadi Rp 4.023.279.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulawesi Selatan (Sulsel), Basri Abbas mengatakan, proses penetapan UMP belum final. Pihaknya masih menunggu kepastian hukum dari pemerintah pusat melalui surat edaran Kementerian Ketenagakerjaan.
Usulan ini muncul sebagai upaya menjaga daya beli buruh di tengah harga kebutuhan pokok yang terus meningkat. Sekaligus menyesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi yang mulai membaik.
Itu diutarakan dalam Pembahasan UMP digelar dalam rapat LKS Tripartit pada Jumat, 24 Oktober 2025 lalu. Dengan melibatkan pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
“Belum ada legil standing untuk itu sehingga kesimpulan rapat menunggu kepastian hukum dari pusat, apakah dia yang menetapkan seperti dulu (tahun lalu) atau menyerahkan ke daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tentang KHL (kebutuhan hidup layak). Dengan Dewan Pengupahan itu penentuannya,” kata Basri Abbas dalam keterangan, Selasa, (28/10/2025).
Diketahui, tahun lalu, pemerintah pusat menetapkan kenaikan UMP sebesar 6,5 persen secara nasional. Namun, angka tersebut dianggap tidak mencerminkan kebutuhan hidup layak pekerja.
Berdasarkan survei konsumsi masyarakat, kebutuhan hidup buruh di Sulsel terus meningkat. Hasil survei menunjukkan bahwa kenaikan UMP minimal 10 persen diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
“Kalau pemerintah hanya menetapkan 6,5 persen tanpa kajian, ya seperti itulah. Kita jadi korban, sementara bahan-bahan naik, dipaksa hanya harus ikuti 6,5 persen. Pendapat kita minimal 10 persen kalau berdasarkan KHL. Jadi kalau memang naik bareng, ya harus di atas 10 persen,” katanya.
KSPSI menyoroti perbedaan kondisi ekonomi antar daerah, yang memengaruhi kemampuan pekerja memenuhi kebutuhan hidupnya.
Baca Juga:
Berbagi Kebahagiaan di HUT Makassar ke-418, Pemkot Bedah 62 Rumah Warga
BYD Membawa Semangat Edukasi Mobilitas Hijau ke Wilayah Timur Indonesia
Survey Indikator politik Indonesia : Kinerja Mentan Amran tertinggi 84,9%
Penetapan UMP secara seragam di seluruh Indonesia berpotensi merugikan pekerja, khususnya di Sulsel. Sejak beberapa tahun terakhir, kata Basri, kenaikan UMP di Sulsel tidak pernah di bawah 10 persen dan bahkan pernah mencapai 20 persen, berdasarkan KHL serta harga 86 item kebutuhan pokok.
“Kondisi ekonominya memang tidak sama. Pemerintah tidak boleh mengambil sesimpel itu. Setiap daerah beda-beda pertumbuhan ekonomi. Kalau 6,5 persen ditetapkan, kita dari serikat buruh dirugikan, sangat dirugikan,” kata Basri.
Beberapa sektor tidak terlalu merasakan dampak kenaikan UMP, terutama yang bergerak di bidang jasa. Contohnya meliputi perhotelan, konstruksi, dan kawasan industri seperti KIMA makanan.
“Mereka tidak merasakan UMP karena biaya hidup di sana lebih tinggi daripada pendapatan UMP, termasuk transport ke tempat kerja. Masalah sebenarnya ada di sektor padat karya, yang mengandalkan UMP saja, tanpa pendapatan tambahan, sangat kesulitan,” kata Basri.
Baca Juga:
Puluhan Ribu Warga Tumpah Ruah di Losari, Semarak Jalan Santai HUT Kota Makassar
Jumlah Koperasi Merah Putih Aktif di Sulsel Mulai Meningkat
PN Makassar Bantah Telah Lakukan Eksekusi Lahan Hadji Kalla di Jalan Metro
KSPSI berharap pemerintah pusat segera mengeluarkan kepastian hukum terkait formula penetapan UMP 2026. Dengan begitu, Dewan Pengupahan provinsi bisa menyesuaikan angka UMP dengan KHL dan kebutuhan riil buruh, menghindari potensi kerugian pekerja di Sulsel.
“Kami buruh mendesak, memberikan kesempatan di Dinas Tenaga Kerja untuk berkonsultasi dengan Kementerian Tenaga Kerja. Paling lama satu minggu harus ada kepastian hukum tentang formulasi penetapan UMP,” tandasnya. (*)







